Canting yang Menghidupkan Warisan
Dokumentasi regional.kompas.com
Aroma
batik malam masih menempel ketika gadis itu membuka pintu sanggar. Lantai kayu
berderit pelan saat ia melangkah masuk. Tak lama suara langkah kecil terdengar
dari luar, anak-anak desa berdatangan membawa semangat yang tak kalah riuh dari
kicau burung pagi.
Mereka
duduk melingkar di lantai, menunggu dengan mata berbinar. Hari itu ia
mengajarkan bagaimana membuat batik bantengan.Setiap goresan canting yang panas
adalah cerita, setiap motif adalah jejak budaya yang hampir terulupa. Gadis itu
memeriksa hasil karya mereka satu per satu, lalu bibirnya melengkung puas. Di
dalam ruangan kecil itu, warisan leluhur kembali bernafas.
Desa Bumiaji, Asal Mula Bantengan
Berdasarkan
profil Desa Bumiaji tahun 2023, desa ini terdiri dari empat dusun: Banaran,
Beru, Binangun dan Tegalrejo dengan populasi 7.317 jiwa. Lokasinya berada di
Kota Batu, Jawa Timur, dan dikenal dengan udara sejuk serta masyarakat yang
masih memegang erat nilai gotong royong. Desa ini juga menjadi kampung asal
dari kesenian Bantengan.
Menurut
catatan detik.com, kesenian Bantengan adalah tarian tradisional Jawa yang
meniru gerakan banteng. Kesenian ini kemudian berkembang di Kota Batu,
Mojokerto dan Malang. Bagi masyarakat, Bantengan bukan hanya sekedar
pertunjukan. Ia menjadi saran penyampaian pesan moral, ritual adat, sekaligus
menjaga solidaritas antarwarga.
Namun
seperti tradisi lain, Bantengan menghadapi ancaman kepunahan. Modernisasi dan
derasanya budaya populer membuat minat anak muda menurun. Banyak dari mereka
lebih mengenal tarian viral di media sosial dibanding tradisi Bantengan. Jika
hal ini terus dilakukan, Bantengan hanya akan menjadi cerita di masa lalu tanpa
pewaris.
Perjuangan Seorang Anak Muda
Dokumentasi Viva medan.co.id
Di
tengah kekhawatiran itu, masih ada segelintir anak muda yang percaya bahwa
Bantengan layak diperjuangkan. Salah satunya Anjani Sekar Arum. Melihat tradisi
yang kian meredup, ia merasa tak bisa tinggal diam.
“Bantengan
adalah warisan nenek moyang kita, dan kita memiliki kewajiban untuk
melestarikannya. Kita tak boleh membiarkan budaya ini terpinggirkan karena
kitalah penjaga budaya,”ujar Anjani kepada Tim Good News from Indonesia.
Dorongan
itu membuatnya mendirikan Sanggar Batik Ahandaka pada tahun 2010. Sanggar yang
awalnya berlokasi di Kota Batu kemudian pindah ke desa Bumiaji, tanah asal
tradisi Bantengan.
Sanggar sebagai ruang tumbuh
Warga desa melihat sanggar ini bukan sekedar tempat melukis di atas kain, melainkan ruang tumbuh bagi generasi muda untuk mencintai tradisi leluhur. Anak-anak yang sebelumnya jauh dari tradisi kini mengenakan batik Bantengan dengan bangga.
Mereka tak hanya belajar seni, tetap juga merasakan manfaat ekonomi. Hasil karya batik mereka dijual di sanggar dan memberikan penghasilan dari kerja keras serta proses belajar. Apa yang awalnya sebagai pelestarian budaya kini turut menjadi jalan untuk menyejaterakan warga.
Warisan yang bernafas kembali
Kini,
di hati warga Desa Bumiaji maupun para turis yang berkunjung, Batik Bantengan
bukan lagi sekedar karya seni. Ia menjelma menjadi narasi hidup-tentang tradisi
yang diwariskan, kisah sejarah yang dijaga, dan kehidupan masyarakat yang
berjalan beriiringan dengan budaya.
Batik
Bantengan membuktikan bahwa tradisi dan kehidupan modern dapat tumbuh
berdampingan. Sosok Anjani Sekar Arum menjadi bukti nyata ketika generasi muda
berani mengambil peran, budaya yang hampir punah bisa kembali bernafas.
Pada
akhirnya, Batik Bantegan bukan hanya milik Desa Bumiaji. Ia adalah warisan
bangsa-sebuah amanah yang menunggu kita semua untuk menjaganya, merawatnya dan
meneruskannya ke masa depan. #APAXKBN2025
Sumber
Artikel:
https://www.scribd.com/document/739545699/PROFIL-DESA-BUMIAJI-2023
https://mediaharapan.com/batik-bantengan-khas-kota-batu/
Bantengan Batik: More Than Just
Fabric, a Living Legacy - Travel Galau
Pengusaha Batik Ini Berhasil Rambah
Kancah Internasional
Kreativitas Anjani, Sang Seniman
Batik Bantengan
Jual 200 Potong per Bulan, Anjani
Lestarikan Batik Bantengan
Komentar